Sabtu, 04 Oktober 2014

DEMOKRASI "GILA"

"Untuk anak, kok coba-coba", masih ingatkah kita dengan pesan iklan yang satu ini ??, jika melihat kondisi perkembangan demokrasi di negeri Indonesia tercinta ini, sepertinya tidak jahu berbeda dengan iklan diatas, "demokrasi kok coba-coba", khususnya dalam pemilihan kepala daerah.

Faktanya dalam hitungan hari dua undang-undang dilahirkan, sejatinya setelah melalui perdebatan yang keras akhirnya DPR RI mengesahkan UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah, namum berselang beberapa hari kemudian presiden SBY mengeluarkan Perppu Nomor 1 tahun 2014 pengganti undang-undang tersebut.

Alasannya karena beragam penolakan dari elemen masyarakat yang mengiginkan pemilihan kepala daerah dipilih secara langsung, padahal usulan UU Nomor 22 Tahun 2014 lahir dari eksekutif, dan tentunya kondisi ini sangat membingungkan masyarakat sebagai pemengang hak konstitusi. 

Pertanyaannya, mau dibawa kemana demokrasi di negeri ini ?, beragam commentar menyikapi UU Pilkda vs Perppu, ada yang mendukung bahkan tidak sedikit yang menyesalkannya. 

Yusuf misalnya, caleg DPRD berasal dari salah satu Parpol di Kabupaten Kota Sumatera Utara, dirinya harus menean pil pahit dalam proses demokrasi "gila" yang terjadi didaerahnya. Faktanya tidak sedikit rupiah yang telah digelontorkan Yusuf untuk dapat terpilih sebagai anggota DPRD, segala proses sosialisasi telah dilakukan, mulai dari pengobatan gratis, senam sehat, perjalanan wisata dan terkahir pemberian penganti uang transport ke TPS pagi para pendukungnya juga telah diberikan.

Ironisnya yang terjadi ketika detik-detik dihari pemilihan, ternyata caleg yang berani memberikan uang yang lebih besar yang dipilih masyarakat, sungguh sudah "gila" demokrasi dinegeri ini, masyarakat sudah tidak memiliki hati nurani lagi dan menggunakan akal sehat pada saat memilih wakilnya di DPRD, ungkapnya disebuah kesempatan.  

Berangkat dari pengalaman Yusuf, banyak pelajaran berharga yang bisa dihambil, ternyata sebagian besar masyarakat masih belum dewasa dalam memahami apa itu demkorasi. Bagi masyarakat apa yang bisa didapat dan dirasakan ketika itu, maka itulah yang menjadi dasar pilihan masyarakat dan sudah menjadi rahasia umum bahwa ketika pemilihan berlangsung, masyarakat sudah tidak mempedulikan lag latar belakang celeg yang bakal akan dipilihanya, meski si caleg  tidak memiliki latar belakang pendidikan yang tidak jelas, bandar judi, bahkan gembong penjahat sekalipun asal si celeg memberikan uang yang lebih besar pada saat pemilihan, maka itu yang menjadi pilihannya.

Jika meilhat kembali kebelakang tentang teori Polybios siklus terbentuknya pemerintahan di suatu negara, biladihubungkan dengan kondisi perkembangan demokarasi yang terjadi dinegara kita saat ini. Terbayang dibenak kita akan kebenaran teori tersebut. dimulai dari terbentuknya pemerintahan Monarki yang pada mulanya mendirikan kekuasaan atas rakyat dengan baik dan dapat dipercaya. Lama kelamaan keturunan sang raja (yang kesekian) tidak lagi menjalankan pemerintahan untuk kepentingan umum, bahkan cenderung sewenang-wenang dan menindas rakyat. Sejak itu Monarki bergeser menjadi Tirani.

Dalam situasi pemerintahan tirani yang sewenang-wenang, muncullah kaum bangsawan yang bersekongkol untuk melawan. Mereka bersatu, tampil ke muka melawan (mengadakan pemberontakan) sehingga kekuasaan beralih kepada mereka. Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh beberapa orang dan memperhatikan kepentingan umum, serta bersifat balk. 


Sejak saat itulah pemerintahan berubah dari Tirani menjadi Aristokrasi. Aristokrasi yang semula baik dan memperhatikan kepentingan umum lama kelamaan (keturunannya) tidak lagi menjalankan keadilan dan hanya mementingkan diri sendiri. Keadaan itu mengakibatkan pemerintahan Aristokrasi bergeser ke Oligarki. 

Dalam pemerintahan Oligarki yang tidak ada keadilan, rakyat berontak mengambil alih kekuasaan untuk memperbaiki nasib. Rakyat menjalankan kekuasaan negara demi kepentingan rakyat. Akibatnya, pemerintah bergeser menjadi demokrasi.

Namun, pemerintahan demokrasi yang awalnya baik lama kelamaan banyak diwarnai kekacauan, kebobrokan, dan korupsi sehingga hukum sulit ditegakkan. Masing-masing pihak ingin mengatur sendiri. Keadaan itu mengakibatkan bergesernya demokrasi menjadi Okhlokrasi.


Kemudian pemerintahan okhlokrasi ini muncul seorang yang kuat dan berani yang dengan kekerasan dapat memegang pemerintahan. Dengan demikian, pemerintahan kembali dipegang oleh satu orang lagi dalam bentuk monarki.



Perjalanan siklus pemerintahan di atas memperlihatkan pada kita akan adanya hubungan kausal (sebab akibat) antara bentuk pemerintahan yang satu dengan yang lain. Itulah sebabnya Polybios beranggapan bahwa lahirnya pemerintahan yang satu sebagai akibat daripemerintahan yang sebelumnya yang telah ada. @kezen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar